Kamis, 05 November 2015

Membaca Fenomena Keberanian 'Menyerang' Islam Secara Terang-terangan (2)

"Kami berkuasa maka pemaaf sifat kami,
Tatkala kalian berkuasa
Darah pun mengalir rata
Tidaklah mengherankan perbedaan diantara kita
Karena setiap bejana merembes sesuai isinya."

Syair yang ditulis Dr. Musthafa As Siba’i dalam bukunya yang berjudul "Peradaban Islam Dulu, Kini, dan Esok" menggambarkan realitas umat Islam dan orang-orang kafir ketika mereka berkuasa. Bahwa umat Islam ketika berkuasa maka memaafkan adalah sifat mereka. Namun ketika orang kafir yang berkuasa, maka mereka melakukan perbuatan zalim kepada umat Islam. Kejadian seperti ini sudah banyak contohnya. Seperti yang terjadi di Ambon-Maluku, Tolikara, Manokwari, Myanmar, Palestina, Philipina, dan Uyghur-China.

Dalam peperangan Tartar di negeri Syiria banyak orang-orang Islam, Yahudi, dan Nashrani menjadi tawanan pasukan Tartar. Syaikh Ibnu Taimiyah dengan gagah berani menemui pemimpin Tatar untuk membicarakan persoalan tawanan dan pembebasan tawanan mereka. Pemimpin Tatar mengabulkan pembebasan tawanan kaum muslimin saja, tidak dengan kaum Nashrani dan Yahudi. Namun Syaikh, yang di dunia Barat dikenal sebagai ulama fundamentalis-ekstrimis, menolak! Ia berkata: "Yang harus dibebaskan adalah semua tawanan yang ada pada Anda, termasuk kaum Yahudi dan Nashrani. Mereka ini adalah ahli dzimmah kami. Kami tidak akan membiarkan seorang tawanan pun baik dari ahli dzimmah maupun ahli millah." (lihat buku Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok karya Dr. Musthafa As Siba'i, lihat juga buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah karya Abul Hasan Ali An Nadwi).

Syaikh Muhammad Hasan salah seorang ulama pendukung Presiden Muhammad Mursi mengatakan berikut ini ketika Mursi berhasil memenangkan pemilu Presiden Mesir: "Saya berpesan kepada saudaraku umat Nashrani Koptik: “Demi Tuhan yang memiliki Ka’bah! Sungguh kalian hidup bersama kami berabad-abad dan kalian akan tetap hidup bersama kami berabad-abad lagi ke depannya dengan aman, tentram di bawah syariat Allah swt. dan Rasul-Nya, karena pengikut syariah tidak akan rela kezhaliman menimpa kalian selamanya, karena kalian adalah wasiat Nabi Muhammad saw., kami dan kaliam menaiki bahtera satu, jika bahtera ini selamat, maka kita semua akan selamat, jika bahtera ini hancur maka kita semua hancur."

Lebih lanjut kesaksian seorang Yahudi bernama Max I. Dimon menyatakan bahwa “salah satu akibat dari toleransi Islam adalah bebasnya orang-orang Yahudi berpindah dan mengambil manfaat dengan menempatkan diri mereka di seluruh pelosok Empirium Islam yang amat besar itu. Lainnya ialah bahwa mereka dapat mencari penghidupan dalam cara apapun yang mereka pilih, karena tidak ada profesi yang dilarang bagi mereka, juga tak ada keahlian khusus yang diserahkan kepada mereka.”

Pengakuan Max I. Dimon atas toleransi Islam pada orang-orang Yahudi di Spanyol adalah pengakuan yang sangat tepat. Ia bahkan menyatakan bahwa dalam peradaban Islam, masyarakat Islam membuka pintu masjid, dan kamar tidur mereka, untuk pindah agama, pendidikan, maupun asimilasi. Orang-orang Yahudi, kata Max I. Dimon selanjutnya, tidak pernah mengalami hal yang begitu bagus sebelumnya.

Ketika orang-orang kafir sangat masif menyerang Islam akhir-akhir ini, sesungguhnya kejadian itu menimbulkan tanda tanya. Apakah kondisi orang kafir sudah mulai berada di atas umat Islam sehingga mereka begitu mudah dan terang-terangan; tanpa takut lagi, menyerang Islam? Atau kondisi umat Islam saat ini yang telah terkontaminasi oleh pemikiran sekuler dan opini-opini sesat orang-orang kafir sehingga seolah mereka tak berdaya dalam menghadapi serangan kotor tersebut?

Kita ketahui bersama bahwa pelaku utama korupsi yang banyak merugikan negara hingga trilyunan justru dipraktikkan oleh orang-orang kafir. Namun media sekuler dan kafirin mengerdilkannya dan justru membesar-besarkan berita korupsi yang dilakukan oleh segelintir umat Islam. Lalu di caplah bahwa pelaku utama korupsi di negeri ini adalah umat Islam. Umat Islam adalah biang keroknya! Siapa Eddi Tanzil yang korupsinya mencapai 9 trilyun jika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sekitar 700 %, jauh lebih dahsyat dari nilai skandal Bank Century yang hanya Rp 6,7 triliun? Lalu siapa koruptor-koruptor BLBI yang korupsi Rp 225 trilyun, Hendra Rahardja yang merugikan negara sebesar Rp 2,6 triliun, Maria Pauline yang merugikan negara sebesar Rp 1,7 triliun, Anton Tantular yang merugikan negara Rp 3,11 triliun, Dewi Tantular yang merugikan negara Rp 3,11 triliun, Tony Suherman yang merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika, Lesmana Basuki diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika, Marimutu Sinivasan merugikan negara Rp 20 miliar, Sukanto Tanoto diduga merugikan negara sebesar 230 juta dollar Amerika?

Belum lagi bila membicarakan kasus yang melibatkan Miranda Goeltom, Theo Toemion, Freddy Harry Sualang mantan, Panda Nababan, Max Moein, Ni Luh Mariani Tirta Sari, Olly Dondokambey, Rusman Lumbatoruan, Willem Tutuarima, Poltak Sitorus, Aberson M Sihaloho, Jeffey Tongas Lumban Batu, Matheos Pormes, Engelina A Pattiasina, Sengman Tjahja, Basuki, Elizabeth Liman, Yudi Setiawan, Artalyta Suryani alias Ayin dsb.

Jangankan ketika menjadi mayoritas, ketika menjadi minoritas pun orang-orang kafir telah banyak membuat kerusakan. Namun atas nama Hak Asasi Manusia kemudian kerusakan itu mereka tutup seolah tidak pernah ada. Mereka menuduh orang Islam sebagai koruptor, atau PKS, misalnya, sebagai partai terkorup, maka bila dibanding dengan korupsi yang dilakukan orang kafir atau korupsi partai-partai sekuler, maka itu tidak ada apa-apanya meskipun tentu saja korupsi besar atau kecil itu salah.

Sejarah adalah pelajaran berharga bagi kita. Sekali lagi bukan karena kita dendam dengan mereka, justru kita memaafkan mereka, tapi agar kejahatan mereka tidak terulang lagi dikemudian hari. Bahwa kita, hari ini, haruslah mencegah kezaliman itu berulang, tidak hanya kepada diri kita, bahkan kepada mereka yang tidak seagama dengan kita. Mulai dari diri kita, sadar akan posisi kita sebagai muslim di negeri ini, sadar bahwa keislaman kita hari ini adalah berkat perjuangan para leluhur kita; para ulama, orangtua kita, orang-orang saleh, para dai yang gigih berjuang menyerukan kalimat Allah. Sedangkan hari esok, anak-cucu kita, keislamannya ditentukan oleh apa yang kita perjuangkan hari ini. Bila hari esok peradaban Islam itu luntur di negeri ini, jangan salahkan siapa-siapa. Salahkan diri kita sendiri mengapa berdiam diri.

0 komentar:

Posting Komentar