Sabtu, 10 Oktober 2015

MENYIBAK TABIR SYIAH KONTEMPORER (Bag. 2)

Saya tidak setuju dengan pandangan dokter Joserizal yang melulu berpendapat bahwa konflik yang terjadi di Suriah adalah konspirasi zionis yang bermula dari Arab Spring. Tampaknya dokter Joserizal lupa dengan pembantaian besar-besaran yang pernah dilakukan oleh Hafez Al Asad, bapaknya Bashar Al Asad, terhadap kaum muslimin Suriah terutama di kota Homs dan Hama pada tahun 1982. Puluhan ribu orang syahid, termasuk di antaranya adalah para ulama ahlussunnah. Syaikh Jabir Rizq, seorang ulama dari gerakan Ikhwanul Muslimin, menggambarkan pembantaian terhadap umat Islam Suriah di masa rezim Hafez Al Asad dalam bukunya yang berjudul, "Ikhwan Dibantai Syiria": Ada sebuah masjid dimana berkumpul para ulama dan jamaahnya. Lalu masjid itu kemudian ditembaki oleh tentara Asad hingga semua orang yang ada di masjid itu mati. Pada saat itu lebih dari 30.000 orang tewas, 88 masjid dan 3 gereja hancur serta puluhan ribu warga mengungsi dari tempat tinggalnya.

Saat itu, tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin Suriah seperti Syaikh Said Hawwa rahimahullah menghadap Khomaini. Tujuannya adalah meminta tolong kepada Khomaini agar mau membantu gerakan revolusi Islam yang saat itu sedang bergelora di Suriah. Saat itu banyak tokoh Ikhwan memandang Iran adalah negara yang berhasil meraih kemenangan berkat revolusi Islamnya dan mereka berharap banyak dari Khomaini untuk mau membantu revolusi mereka seperti halnya Khomaini berhasil melakukannya di Iran.

Apakah Khomaini mau membantu revolusi Islam di Suriah? Tidak! Mengapa? Hafez Al Asad (ayah dari Bashar Al Asad/ diktator Suriah saat itu) adalah penganut Syiah. Walaupun bukan penganut Syiah Itsna Asyariah, tetapi Syiah Nusairiyah memiliki banyak kesamaan dengan Syiah Itsna Asyariah. Begitupun yang terjadi di Yaman dan Bahrain saat ini. Kaum syiah tidak malu-malu lagi mengangkat-angkat foto-foto tokoh-tokoh syiah Iran seperti Khomaini dan Khemeni dalam aksi-aksi demonstran mereka. Apa hubungannya mereka yang bukan warga negara Iran dengan Iran? Solidaritas ke-syiahahan mereka terus memuncak. Maka syiah dari kelompok manapun dan dimanapun akan saling berangkulan dengan syiah yang ada di Iran. Dengan kata lain, Iran adalah kekhalifahan tersembunyi bagi kelompok syiah di seluruh dunia.

Tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin pun mulai menyadari bahwa revolusi di Iran bukanlah revolusi Islam, tetapi revolusi Syiah. Revolusi syiah seperti ini bisa saja meletus di negara mana pun baik negeri kafir maupun negeri yang mayoritasnya kaum sunni seperti Indonesia. Bila revolusi ini terjadi maka mereka akan mensyiahkan negara yang mereka revolusikan. Bersiap-siaplah ahlussunnah menerima penindasan dan kehancuran. Bukan menakut-nakuti. Tapi ini adalah kenyataan yang terus berulang sepanjang sejarah Islam. Oleh karenanya, sebelum Shalahuddin Al Ayyubi menaklukkan pasukan Salib di Yerussalem, terlebih dahulu menaklukkan kaum Syiah. Karena kaum syiah dikenal dengan kelicikan dan pengkhianatannya yang tidak kepalang tanggung. Tidak heran bila Sejarawan kontemporer seperti Prof. Raghib As Sirjani berpendapat, sebelum umat Islam menaklukkan Al Aqsha dari cengkeraman Zionis, harus menaklukkan kaum Syiah terlebih dahulu.

Foto: - Penghancuran kota-kota basis Sunni di Suriah pada tahun 1982 oleh rezim Hafez Al Asad, penganut Syiah Nushairiyah dan bapak dari Bashar Al Asad.
- Demonstrasi di Bahrain. Orang-orang syiah mengangkat foto Khomaini dan Khemenei dari Iran. Apa hubungannya? Tidak mengherankan bila Syaikh Yusuf Al Qaradhawi mengatakan bahwa revolusi yang terjadi di Bahrain bukanlah revolusi rakyat tapi revolusi syiah.



0 komentar:

Posting Komentar